Friday, February 28, 2020

BERSYUKUR


BERSYUKUR


RABU, 26 FEBRUARI 2020

Sebelum melanjutkan tulisan ini panjang lebar, saya akan bertanya kepada kita sekalian, sudahkah kita bersyukur hari ini, kemarin dan yang lalu-lalu ? Pertanyaan ini yang paling mendasar yang kembali mengingatkan kita bahwa segala sesuatunya itu perlu disyukuri. Bagi yang sudah bersyukur, pertama-tama apa yang kita rasakan ? Bagaimana ekpresi kita, kebatinan kita ? Bandingkan sebelum kita bersyukur, apa perbedaannya ? Tentu perbedaan tersebut akan dirasakan bagi orang-orang yang dengan segenap hatinya mau bersyukur tanpa adanya suatu paksaan. Berikutnya,saya menuju kepada kita yang belum bersyukur atau belum sempat bersyukur. Apa yang kita rasakan ? Selalu merasa tidak puas ? Selalu merasa seperti ada yang kurang ? Stress kah ? Oke, itu adalah suatu hal yang wajar karena manusia diciptakan memiliki kehendak bebas. Dengan kehendak bebas itulah manusia hendak menentukan ke arah mana ia akan membawa jiwanya serta dirinya. Namun, apakah wajar jika kita seringkali menghakimi diri sendiri bila diri kita tidak mampu mencapai suatu prestasi ? Apakah wajar menyalahkan sepenuhnya kepada diri kita ? Seolah-olah tidak ada potensi yang dapat kita kembangkan. Apakah kita lupa bahwa setiap manusia memiliki kemampuannya masing-masing hanya saja kita terlalu sibuk membanding-bandingkan diri kita terhadap orang lain.

            Baiklah, coba bayangkan di pikiran kita mengenai berbagai jenis manusia dengan profesinya ataupun pekerjaannya. Mulai dari sang Direktur atau pimpinan di kantornya, pegawai negeri biasa di pemerintahan, karyawan swasta, pekerja serabutan, penarik becak, pedagang kaki lima hingga seorang pemulung di jalanan juga beberapa anak kecil yang berkeliaran di sekitaran jalan yang seharusnya dipakai untuk jam belajar, tapi karena tuntutan ekonomi terpaksa harus meminta-minta di jalan demi kebutuhan hidupnya. Coba kita bayangkan semuanya itu lebih dalam satu per satu. Saya tidak akan melangkah ke tulisan selanjutnya jika kita belum membayangkannya. Bayangkan jika kita berada di semua posisi itu, bayangkan secara bergantian. Mulai dari bagaimana rasanya jika kita menjadi seorang Pimpinan atau Bos hingga bagaimana rasanya jika kita berada di posisi anak jalanan tadi. Pasti ada kekhawatiran yang timbul dalam diri kita. Hidup itu ibarat roda. Beruntung bagi kita yang terlahir istimewa yang  dalam artian kita berasal dari keluarga yang cukup atau bahkan berkelimpahan. Sedangkan jika kita yang terlahir miskin, harus benar-benar bekerja keras untuk menunjang hidup kita. Namun, kembali lagi bagaimana cara kita ingin berjuang mempertahankan hidup ini. Saya teringat kata-kata dari Bill Gates yang mengatakan demikian “Terlahir miskin itu bukan salah kamu, tetapi mati dalam keadaan miskin, itu sudah pasti salah kamu” kurang lebih Bill Gates mengatakan demikian, koreksi bila saya salah. Tidak nyambung dengan topik ?  benar. Itu hanya selingan saja yang menurut saya memang masih ada sangkut pautnya dengan bersyukur. Kita terlahir miskin ya bersyukur atau kita terlahir kaya pun harus bersyukur. Jika saya kaitkan dengan perkataan Bill Gates tadi, bila kita terlahir dalam keadaan apapun jangan lupa untuk bersyukur tapi ingat jangan lupa ‘dibarengi’ dengan suatu niat yang baik yang akan membawa kita kepada suatu perubahan yang membuat kita menjadi sejahtera. Khususnya bagi kita yang terlahir miskin. Yang terlahir kaya pun demikian, bila hanya mengandalkan pendapatan orang tua, mau bisa apa kita bila orang tua sudah tidak ada. Harta itu adalah benda yang mau tidak mau pasti akan habis atau lenyap. Atau di kemudian hari bisa saja dipindahtangankan kepada pihak yang berwajib.

            Tidak jarang di antara kita yang kurang mensyukuri atau bahkan tidak mensyukuri berbagai macam hal yang diperolehnya. Selalu saja merasa kekurangan, baik posisinya sebagai seorang pimpinan atau bos yang kurang mensyukuri bahwa kinerja karyawannya masih kurang padahal pencapaiannya telah terpenuhi. Selalu ingin melebihi target. Itu memang pemikiran yang bagus. Tapi karena cita-cita yang berlebih itu kita jadi lupa bersyukur bahwa kita telah mencapai apa yang seharusnya. Selalu ada rasa ketidak-puasan dalam diri. Tapi beda halnya pada suatu ketika saya melihat seorang pemulung di jalan yang bisa dibilang jauh bedalah keadaannya dengan para pimpinan di kantor, pemulung itu menyempatkan diri untuk tersenyum. Saya berpapasan di sampingnya lantas pemulung itu tersenyum ramah pada saya. Bayangkan, jika melihat dari tampilannya saja sudah pasti ia hidup pas-pasan atau bahkan berkekurangan tetapi dari senyuman itu saya dapat melihat bahwa pemulung tersebut menikmati hidupnya. Saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya, kebetulan hari ini pas dengan hari Rabu Abu, hari yang sakral bagi umat Katolik di mana pada hari Rabu Abu ditandai sebagai awal berpuasa 40 hari bagi umat Katolik yang akan merayakan Paskah. Dalam perjalanan dari rumah menuju kantor, tepat di lampu merah persimpangan jalan, sepasang anak laki-laki dan perempuan dengan pakaian yang sobek-sobek dengan keadaan yang usang duduk di atas trotoar di samping saya. Kemudian saya memandangi anak itu lama dan dalam. Mata saya lalu berkaca-kaca melihat kondisi anak itu yang seolah menampar saya di dalam hati. Saya tersadar selama ini saya kurang bersyukur. Selalu mengeluh akan kondisi saya yang hidup dalam kondisi yang berkecukupan bila dibandingkan dengan anak itu tadi. Selalu ada rasa tidak puas dari dalam diri saya. Padahal jika saya merenung lebih dalam ada banyak orang di luar sana yang kelaparan dan bahkan belum pernah merasakan kehidupan yang lebih sejahtera atau kehidupan yang lebih layak. Padahal juga jika saya renungkan lagi, kebutuhan hidup saya masih terpenuhi sedikit-sedikit dengan mengandalkan penghasilan orang tua saya. Saya sangat terpukul membayangkan kehidupan anak itu. Usia yang seharusnya mendapatkan pendidikan di bangku sekolah dasar, tapi karena kerasnya hidup, ia terpaksa mohon maaf jadi pengemis di persimpangan jalan. Saya berterima kasih kepada anak itu yang mengingatkan dan menyadarkan saya bahwa apa artinya bersyukur. Sepanjang hari saya terus membayangkan kejadian itu, sembari saya merefleksi diri. Peristiwa itu sungguh mengetuk hati saya. Sejak saat itu saya akan berusaha untuk tidak mengeluh dalam keadaan apapun melainkan saya harus mensyukuri apapun yang terjadi pada saya.
            Akhir kata, sejak peristiwa itu saya berusaha untuk berbenah diri dari yang tadinya selalu mengeluh saya berusaha untuk selalu bersyukur atas apa yang terjadi. Bersyukur juga memberikan dampak yang positif bagi diri kita dan saya percaya itu. Dan tentunya saya mengajak kita sekalian marilah sering-sering bersyukur, luangkan waktu sejenak untuk merefleksikan hidup kita, apakah kita sudah bersyukur hari ini ? Sekian. Terima kasih.
           

           

Jurnal Hukum "Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Tidak Dibacakan di Hadapan Para Pihak/Penghadap"

Hari Buruh

MAYDAY MAYDAY MAYDAY Tidak ada pekerjaan mengeluh. Ada pengerjaan pun juga mengeluh. Lah kenapa mesti mengeluh, bukannya bagus ya ji...