BAHAGIA DENGAN CARAKU
SENDIRI
Jika dipikir-pikir,
apa sih tujuan hidup kita di dunia ini? Selama berziarah di dunia ini kita telah
dilekatkan oleh tanggungjawab masing-masing untuk mencapai sebuah tujuan. Saya
berpandangan bahwa tujuan hidup manusia di dunia ini tidak lain dan tidak bukan
adalah untuk mencari dan menggapai suatu kebahagiaan. Tentunya dengan takaran
porsi kebahagiaan yang berbeda-beda dari tiap-tiap personal yang mengalami dan merasakannya.
Namun, banyak fenomena yang saya temui akhir-akhir ini khususnya pada
orang-orang di sekeliling saya yang saya ajak berinteraksi maupun hanya sekedar
berpapasan sangat jelas menandakan bahwa mereka terlihat kurang bahagia. Dari
cara berbicara, gaya dan ekspresi sangat jelas menandakan bahwa mereka sedang
tidak dalam keadaan bahagia. Apa penyebabnya? ya saya tidak tahu karena saya
tidak sempat menanyakan untuk masuk lebih dalam kepada kehidupan mereka. Saya hanya
akan mencoba mengulas sendiri apa yang kira-kira menjadi alasannya. Dari contoh
tersebut saya akan mencoba membahas mengapa dari antara kita ada saja yang
merasa tidak atau kurang bahagia dan ada pula orang yang senantiasa merasa
bahagia meskipun sering kali ditimpa musibah atau bahkan selalu dikucilkan di
lingkungan tempat tinggalnya. Apa resepnya sehingga mereka senantiasa bahagia
dalam kondisi itu. Hanya sekedar info dan tidak bermaksud untuk menggurui karena
tulisan ini masih jauh dari kata sempurna bahwasannya ialah bahagia itu
sebenarnya dapat dilakukan oleh diri sendiri dengan hal-hal sederhana yang
tidak perlu membuang banyak tenaga dan materi serta apapun itu yang akan
menjamin kebahagiaan kita. Kalimat barusan mungkin terlihat simpel dan
sederhana, namun nyatanya di kehidupan sehari-hari terkadang kita acuh tak acuh
serta tidak peduli lagi dengan hal-hal tersebut.
Sebelum melangkah lebih jauh,
pertama-tama yang perlu kita ketahui apa sih sebenarnya kebahagiaan itu dan bagaimana
cara kerjanya sehingga menimbulkan reaksi yang kita sebut bahagia ?. Saya
berangkat dari penjelasan oleh para ahli. Kebahagiaan
menurut Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan berasal dari kata happy
atau bahagia yang berarti feeling good,
having fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang
menyenangkan. Sedangkan orang yang bahagia menurut Aristoteles (dalam
Rusydi, 2007) adalah orang yang mempunyai good
birth, good health, good look, goodluck, good reputation, good friends, good
money and goodness. Kebahagiaan merupakan sebongkahan perasaan yang dapat dirasakan berupa perasaan
senang, tentram, dan memiliki kedamaian (Rusydi, 2007). Sedangkan happiness atau kebahagiaan menurut
Biswas, Diener & Dean (2007) merupakan kualitas dari keseluruhan hidup
manusia - apa yang membuat kehidupan menjadi baik secara keseluruhan seperti
kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi ataupun pendapatan yang
lebih tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan yang
ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau
kegembiraan yang intens.
Berbagai pendekatan filsafat, agama, psikologi, dan biologi telah
dilakukan untuk mendefinisikan kebahagiaan dan menentukan sumbernya. Arti kata “bahagia” berbeda dengan kata “senang” . Secara
filsafat kata “bahagia” dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan
spiritual dengan sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam
pikiran sehingga merasa tenang serta damai. Kebahagiaan bersifat abstrak dan
tidak dapat disentuh atau diraba. Kebahagiaan erat berhubungan dengan kejiwaan
dari yang bersangkutan (dalam Kosasih, 2002). Para filsuf dan pemikir
agama telah sering mendefinisikan kebahagiaan dalam kaitan dengan kehidupan
yang baik dan tidak hanya sekadar sebagai suatu emosi.
Terlepas dari pendapat para ahli di
atas, kebahagiaan dapat pula dijelaskan secara ilmiah. Adalah hormon serotonin
atau dikenal sebagai hormon kebahagiaan yaitu hormon dalam otak yang
menstimulasi perasaan tenang dan bahagia. Hormon tersebut didapatkan dari
konsumsi makanan dan aktivitas tertentu. Jadi, artinya bahwa kita harus
memperhatikan makanan apa yang akan kita konsumsi. Setiap orang tentunya dan pasti
mempunyai ciri khas tersendiri dalam merekam cita rasa makanan yang ia sukai
yang nantinya setelah ia mengonsumsi makanan tersebut akan memberikan kepuasaan
tersendiri baginya sehingga membuatnya bahagia. Juga pola hidup yang sehat dan
teratur tentunya tidak boleh terlepas dalam hal ini. Menurut penelitian dari
Universitas Kansas, tersenyum dapat menurunkan tingkat stres, menenangkan detak
jantung dan membuat kita bahagia. Meski dilakukan secara pura-pura, hasilnya
pun sama ketika kita tersenyum natural. Maka, sekalipun kondisimu saat ini
sedang “hancur berantakan” sempatkanlah tersenyum dan rasakan sendiri reaksinya
setelah kita tersenyum. Adalah juga melakukan kegiatan fisik seperti ber-olahraga
untuk kesehatan jiwa dan raga juga dapat memicu endorfin yang membuat suasana
hati kita lebih nyaman. Bahkan olahraga fisik tertentu juga punya efek yang
sama dengan anti-depresan.
Karena kebahagiaan adalah tujuan
hidup kita, maka kebahagiaan pun tidak mengenal usia. Kebahagiaan adalah
sesuatu yang abadi. Mengapa saya katakan demikian, contoh simpel nya hari ini
kita merasa bahagia tapi bisa jadi besok kita tidak merasa bahagia. Di hari
selanjutnya kebahagiaan itu pasti datang lagi kepada kita. Bukan berarti dengan
hilangnya kebahagiaan itu menandakan bahwa selama kita hidup kita hanya
merasakan satu kebahagiaan saja, bukan?
Pasti di hari-hari selanjutnya kebahagiaan itu datang lagi pada kita. Bahkan
jika kita kita telah berpaling dari dunia kita percaya bahwa kita akan mendapat
kebahagiaan kekal di alam baka. Pada intinya selama kita hidup, kebahagiaan
senantiasa menghampiri hidup kita.
Hasil survei pada tahun 2017 silam yang dilakukan oleh World Happiness Report menyebutkan bahwa
Norwegia adalah sebagai negara yang penduduknya paling bahagia. Berarti ada
pula negara yang penduduknya kurang bahagia dan apa yang menjadi penyebabnya. Bisa
jadi tingkat kriminalitas yang tinggi, kualitas udara yang buruk yang
disebabkan oleh hasil pembakaran bahan bakar minyak baik di pabrik-pabrik
maupun pada kendaraan, atau bisa jadi ekonomi yang merosot yang berimbas pada meningkatnya
jumlah pengangguran. Tapi, itu semua hanya contoh saja dan kita tidak akan
membahas ke arah sana. Hasil survei yang dilakukan di 160 negara juga telah
menemukan pada usia berapa orang paling kurang bahagia dalam hidupnya. Yang
mana menurut survei tersebut ini mencari hubungan antara
kondisi kebahagiaan, kesehatan, dan usia di dunia. Hasilnya ditemukan
bahwa di negara-negara maju berbahasa Inggris, seperti Amerika Serikat,
Kanada, Inggris, dan Australia, penurunan kebahagiaan hidup penduduknya
terjadi pada usia antara 45 dan 54 tahun. Tingkat kebahagiaan itu
naik lagi setelah usia 54 tahun. Mengapa
banyak orang merasa kurang bahagia di usia paruh baya? Profesor Angus Deaton,
salah satu peneliti, menduga bahwa penurunan tersebut terjadi karena itu adalah
usia di mana seseorang mengalami lebih banyak stres, kecemasan, dan kemarahan,
baik karena pekerjaan ataupun kehidupan sosialnya.
Namun melihat dari beberapa situasi
lain berikut seperti kurangnya rasa bersyukur dan terlalu banyak mengeluh
terhadap setiap kondisi maupun situasi. Membanding-bandingkan diri dengan orang
lain seolah-olah kita jauh tertinggal dari mereka. Mengabaikan potensi yang ada
dalam diri sendiri. Tidak percaya diri. Tidak mampu memaafkan diri sendiri dan
kesalahan orang lain sehingga menimbulkan dendam yang berakibat pada amarah dan
pelampiasan. Selalu berpikir negatif dan terlampau pesimis dalam menilai dan
memandang segala hal yang berakibat kurangnya menyerap sukacita untuk diri
sendiri. Tidak mencintai diri sendiri dan sesama. Ini semua adalah hal-hal yang
memperlambat pikiran dan perasaan kita untuk menerima dan merasakan kebahagiaan
itu. Kebanyakan orang, bahagia itu selalu datang dari pasangan ataupun dari
orang yang kita cintai. Sehingga jika kita tiba-tiba mengalami hubungan yang buruk
terhadap orang-orang tersebut otomatis kita merasa kebahagiaan kita pun ikut
sirna karena bergantung pada orang-orang tersebut.
Lantas, apa yang dapat kita lakukan
untuk dapat merasakan bahagia itu dengan cara kita sendiri ?. Saya mencoba berbagi
mengenai beberapa hal yang sangat berpengaruh terhadap kebahagiaan itu sendiri.
Lagi-lagi, bukannya bermaksud untuk menggurui saya hanya ingin berbagi informasi,
jika saya keliru terhadap informasi yang saya berikan tolong koreksi saya dan ini
hanya sebagian kecil saja dan sebenarnya masih ada banyak hal lagi dari versi
yang lain, namun ini yang saya rasa mungkin paling muda dan sederhana untuk
kita lakukan dengan cara sendiri dalam menggapai kebahgiaan itu, yakni pertama,
bersyukur (gratitude). Karena dengan
bersyukur berarti kita telah menerima semuanya atas apa yang terjadi pada kita
dengan ikhlas dan damai, bersyukur atas potensi, bakat, pekerjaan, atau apapun
yang kita miliki. Bahkan di saat malang, di saat sedang sakit maupun saat
sedang berduka kita harus tetap bersyukur karena itu semua merupakan hal yang
wajib hukumnya terjadi pada setiap manusia. Tidak ada manusia yang dapat terhindar
dari yang namanya sial, penyakit dan
duka. Ke-dua, memaafkan (forgiveness).
Memaafkan perlu kita lakukan agar tidak ada lagi dendam yang tersimpan dalam
batin kita, tidak ada lagi amarah yang akan kita balas kelak, dan biarkan semua
permasalahan yang menghampiri kita itu mengalir dengan sendirinya sehingga
dengan demikian terpancarlah suatu ketenangan batin. Ke-tiga, optimis (optimism). Optimis sangat penting
karena dengan memandang segala sesuatu dengan sikap optimis otomatis akan
memberi kita banyak harapan dan kemungkinan-kemungkinan terbaik yang dapat kita
lakukan dan yang akan terjadi pada diri kita. Namun, saya mengingatkan juga
janganlah terlalu banyak berharap pada manusia. Manusia bukan makhluk yang
sempurna. Manusia kadang membawa dukacita kadang pula membawa sukacita. Bahkan orang-orang
terdekat kita-lah yang malah meberikan luka yang paling membekas dan kita tidak
bisa melupakannya seumur hidup kita. Jangan terlalu berharap pada manusia. Melangkahlah
saja di atas kaki sendiri dan lakukanlah segala yang terbaik yang kita bisa,
hasilnya akan kita rasakan sendiri. Ke-empat, sukacita (joy) dan yang terakhir adalah kasih atau cinta (love). Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa cinta memiliki peranan
yang besar sebagai salah satu syarat yang mutlak demi terwujudnya kebahagiaan. Satu
yang penting, cintailah sesamu seperti kau mencintai dirimu sendiri. Cintailah
dirimu sendiri sebagaimana engkau mencintai Penciptamu. Dirimu adalah rupa
daripada Penciptamu. Tak perlu bergantung pada orang lain untuk bahagia.
Gapailah bahagiamu dengan caramu sendiri.
Ada satu hal yang juga sebenarnya
sangat penting dan berpengaruh terhadap kebahagiaan. Saya hanya ingin berbagi informasi
saja kepada semua orang. Adalah mindfulness.
Dalam forum ekonomi dunia Davos 2014, Richard J. Davidson–seorang neuroscientist yang meneliti mindfulness dari University of
Wisconsin-Madison–berbicara kepada para pemimpin negara dan para CEO terkemuka
di dunia tentang hasil penelitian ilmiah yang dilakukannya, yang telah
mengungkap peranan besar mindfulness
bagi kesehatan dan kebahagiaan. Penelitian Davidson dan para ahli lainnya telah
memberikan harapan besar bahwa kesehatan dan kebahagiaan bukan merupakan tujuan
abstrak, melainkan suatu hal yang konkret yang dapat diraih melalui latihan dan
ketekunan. (Huffington Post, 23
Januari 2014). Dari suatu teknik klasik dunia Timur (khususnya Buddhisme) yang
dulu begitu asing bagi telinga manusia modern, mindfulness sekarang telah diteliti dan dikaji secara ilmiah di
berbagai pusat sains paling bergengsi di dunia.
Dalam tradisi Buddhisme (asal mula “aplikasi”
mindfulness), mindfulness adalah salah satu teknik yang sangat penting yang perlu
dilatih dan dikembangkan seumur hidup oleh semua penganut Buddha. Tujuan
akhirnya tidak kurang daripada pembebasan, yaitu pembebasan dari dukkha (penderitaan) di dunia ini, dan
mencapai nirvana (kondisi bebas dan
penuh sukacita sejati). Latihan mindfulness
bertujuan supaya orang yang melakukan terhindar dari kekalutan pikiran yang
akan membuahkan derita dan sekaligus melatih pikiran untuk menyadari senantiasa
beberapa ciri keberadaan, supaya ia memperoleh pencerahan, mengenal hakikat sejati
realitas dan terbebaskan. Sementara mindfulness
yang dikembangkan oleh Jon Kabat-Zinn (Kabat-Zinn, J. & Hanh, T.N.,
2009), Shauna Shapiro (Bishop, S.R., Lau, M., Shapiro, S., Carlson, L.,
Anderson, N. D., Carmody, J. & Devins, G., 2004) adalah versi sekulernya,
artinya sudah dilepaskan dari sisi doktrin agama dan kepercayaan, supaya mindfulness dapat dipelajari dan dilatih oleh siapa saja,
tidak harus orang yang beragama Buddha; juga dengan demikian dapat diteliti
menggunakan metode ilmiah. Mungkin kita dapat mencari tahu tentang ini dari
berbagai sumber lain, saya hanya memberikan sedikit gambaran saja.
Pada akhirnya, yang perlu
diperhatikan pula bahwa pertama-tama kita harus dapat mengenali diri kita
sendiri lebih jauh dan apa cita-cita kita. Mencoba berteman dengan diri sendiri
dan menerima apa yang ada di dalam diri kita sering kali kita abaikan. Sehingga
untuk menyerap berbagai kenyaatan yang kita alami kadang-kadang membuat kita
cemas dan merasa takut. Karena kita belum mengenal diri kita, termasuk apa
kelebihan dan apa kekurangan yang ada dalam diri kita. Padahal, tanpa kita
sadari dengan menerima diri sendiri dan berteman dengan diri sendiri merupakan
suatu kebahagiaan yang kadang kita tidak menyadarinya.
Sumber :
4. Iman Setiadi Arif, 2016. Psikologi Positif Pendekatan Santiik Menuju Kebahagiaan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
5.
L. Hubbard, 2009. Analisis Diri. California : Bridge Publications, Ing.