MAYDAY
MAYDAY MAYDAY
Tidak
ada pekerjaan mengeluh. Ada pengerjaan pun juga mengeluh. Lah kenapa mesti
mengeluh, bukannya bagus ya jika sudah memiliki pekerjaan?. Jangan berprasangka
buruk dulu dengan pernyataan tersebut dengan menuduh mengeluh karena pekerjaan.
Mengeluh yang dimaksudkan di sini bukannya karena kurang bersyukur atas
pekerjaan itu, namun apakah wajar jika seorang manusia diberikan 19-20 jam
kerja dalam sehari dengan upah yang tidak (maaf) katakanlah untuk makan saja
masih pas-pasan. Bagaimana untuk menunjang kebutuhan lainnya jika kebutuhan
pangan (makanan/minuman) saja masih tidak cukup lalu mau melangkah jauh kepada
kebutuhan sandang maupun papan. Lagi-lagi bukannya mengeluh, namun di mana
letak kemanusiaannya. Dalam sehari ada 24 jam, bila dikurangi dengan 19-20 jam kerja,
maka hanya menyisahkan 4-5 jam saja dalam sehari untuk me-recovery kembali tubuh kita sebelum akhirnya lanjut kembali untuk
bekerja. Inilah yang setidaknya dirasakan oleh para buruh di AS pada
abad 19.
Mari
kita menelusuri kembali ke belakang melihat sejarah lahirnya Hari Buruh
Internasional. Jadi, Hari Buruh lahir dari berbagai rentetan peristiwa panjang
serta perjuangan keras kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi. Kapitalisme
industri di abad 19 seolah-olah menjadi mimpi buruk bagi para buruh di Eropa
Barat dan AS. Jam kerja yang panjang, minimnya upah serta kondisi yang kerja
yang buruk di tingkatan pabrik, membuat kelas pekerja saat itu naik pitam dan
mencoba mengadakan sebuah perlawanan.
April
1886, ratusan ribu kelas pekerja di AS yang berkeinginan kuat menghentikan
dominasi kelas borjuis, bergabung dengan organisasi pekerja Knights of Labour.
Perjuangan kelas masif menemukan momentum di chicago, salah satu pusat
pengorganisiran serikat-serikat pekerja AS yang cukup besar. Gerakan serikat
pekerja di kota ini sangat dipengaruhi ide² International
Workingsmen Association. gerakan tersebut telah melakukan agitasi dan
propaganda tanpa henti sebelum mei untuk merealisasikan tuntutan "delapan
jam sehari". Menjelang 1 Mei, sekitar 50.000 pekerja telah melakukan
pemogokan. lalu 30.000 pekerja lainnya bergabung dengan mereka di kemudian
hari. para pekerja turun ke jalan bersama anak² serta istri untuk meneriakkan
tuntutan universal "delapan jam sehari" dan pemogokan ini membawa
aktivitas industri di chicago lumpuh dan membuat kelas borjuis panik.
1
mei 1886 (kemudian dikenal sebagai May Day),
sebanyak 350.000 orang buruh yang diorganisir oleh federasi buruh amerika
melakukan pemogokan di banyak tempat di AS. Dua hari kemudian, 3 mei,
pemerintah mengutus sejumlah polisi untuk meredam pemogokan pekerja di pabrik McCormick.
Polisi
dengan membabi-buta menembaki pemogok yang berhamburan, pada saat kejadian ini
terdapat empat orang tewas dan jauh lebih banyak lagi luka². ini menimbulkan
amarah di kalangan kaum buruh, sebagian menganjurkan supaya mereka membalas
dengan mengangkat senjata. 4 mei 1886, berlokasi di bunderan lapangan Haymarket,
para buruh kembali menggelar aksi mogoknya dengan skala yang lebih besar lagi kira2
ada sekitar 400.000 buruh, aksi
ini jaga ditujukan sebagai bentuk protes tindakan represif polisi terhadap
buruh. semula aksi ini berjalan dengan damai, karena cuaca buruk banyak
partisipan aksi membubarkan diri dan kerumunan tersisa sekitar ratusan orang.
saat itulah, 180 polisi datang dan menyuruh pertemuan dibubarkan. Ketika
pembicara terakhir hendak turun mimbar, menuruti peringatan polisi tersebut,
sebuah bom meledak di barisan polisi. Tidak ada yang mengetahui siapa yang
melempar bom tersebut. Satu orang terbunuh dan melukai 70 orang diantaranya. Polisi
menyikapi ledakan bom tersebut dengan menembaki kerumunan pekerja yang
berkumpul, sehingga 200 orang terluka, dan banyak yang tewas.
Meskipun
tidak jelas siapa yang melakukan pelemparan bom, media massa dan politisi
borjuis mulai melemparkan tuduhan² bahwa ledakan tersebut merupakan ulah kaum
sosialis dan anarkis. mereka menyerukan 'sebuah balas dendam yang pantas kepada
kaum radikal'. bagi kaum revolusioner dan aktifis gerakan pekerja saat itu, tragedi
haymarket bukanlah sekadar sebuah drama perjuangan tuntunan ‘delapan jam
sehari’, tetapi sebuah harapan untuk memerjuangkan dunia baru yang lebih baik.
Pada kongres internasional kedua di Paris, 1889, 1 mei ditetapkan sebagai hari
libur pekerja. Semua buruh menuntut agar
pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari. Juga pada kongres untuk memperingati para
martir Haymarket di mana bendera merah menjadi simbol setiap tumpah darah kelas
pekerja yang berjuang demi hak² mereka. Resolusi ini mendapat sambutan yang
hangat dari berbagai negara,
tanggal 1 Mei 1890, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum
buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah
mereka.
Lalu,
bagaimana dengan sejarah Hari Buruh di Indonesia ???
Berikut
sejarah singkat Hari Buruh di Indonesia yang coba saya rangkum dari berbagai
sumber. Hari Buruh pertama kali diperingati di Indonesia pada tahun 1920. Namun,
pada masa Presiden Soeharto, Hari Buruh tak lagi diperingati karena identik
dengan paham komunis serta diklaim masuk dalam kategori aktivitas subversif.
Selama masa orde baru, letupan-letupan protes masih tetap ada meski tak banyak,
ada upaya pemogokan kerja namun tak besar. Protesnya pun seputar upah layak dan
upah lembur. Unjuk rasa buruh kembali terjadi setelah reformasi pada tanggal 1
Mei Tahun 2000. Pada saat itu buruh melakukan aksi mogok kerja selama se-pekan
penuh dan semenjak masa itu buruh selalu turun ke jalan untuk berunjuk rasa.
Bahkan tak hanya buruh melainkan diikuti pula oleh para mahasiswa, para aktivis
hingga masyarakat umum. Selain menuntut kesejahteraan, buruh juga menuntut agar
tanggal 1 Mei dijadikan hari libur nasional di Indonesia. Tuntutan tersebut
barulah dapat dikabulkan setelah 13 tahun kemudian atau tepatnya pada tahun
2014 oleh Presiden SBY. Sejak awal diperingati Hari Buruh hingga saat ini,
tuntutan buruh tidak banyak berubah yaitu masih seputar kesejahteraan. Pada
pertengahan April 2019 sejumlah organisasi buruh bertemu dengan Presiden Jokowi
di Istana Kepresidenan Bogor. Mereka menyampaikan beberapa tuntutan terutama
soal revisi PP No. 78 Tahun 2015. Saat ini pengaturan tentang buruh telah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tentang Ketenagakerjaan. Di dalam Bab 1 Pasal 1
Ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa,
pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Secara umum, pengertian buruh adalah orang yang
bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Dalam konteks kepentingan di
dalam suatu perusahaan terdapat dua kelompok, yaitu kelompok pemilik modal (owner) dan kelompok buruh, ialah
orang-orang yang diperintah dan dipekerjakan dan berfungsi sebagai salah satu
komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentang nilai lebih
disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut
sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih
itu disebut buruh. Sekilas kita dapat melihat kembali tuntutan di hari buruh pada
tahun 2019 :
1. Hak
berunding serikat buruh soal kenaikan upah minimum
2. Formula
kenaikan upah minimum dihitung dengan formula survei pasar
3. Pemberlakuan
upah minimum sektoral secara menyeluruh
Meminta
kesejahteraan layak, tentu menjadi hak semua pekerja, namun mengimbanginya
dengan meningkatkan keahlian buruh tentu juga dibutuhkan. Kita sama-sama
berharap semoga di tahun 2020 ini dan di tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi kesenjangan
yang terjadi antara pemilik modal dan kaum buruh terkait
permasalahan-permasalahan yang kerap kerap kali terulang. Ini memang
membutuhkan proses panjang tapi setidaknya seccara pelan-pelan mari kita secara
bersama-sama menemukan solusi dari akar permasalahan tersebut dan mari ciptakan
situasi yang kondusif. Jangan menjadikan hal-hal buruk di masa lalu sebagai
alat untuk memulai lagi permasalahan itu di masa sekarang. Semoga semua kaum
tidak hanya kaum buruh melainkan semua dari kita umat manusia mendapatkan
kesejahteraan yang layak dan memadai. Mari bersama-sama memanusiakan manusia. Kapitalisme
bukan di sini tempatnya. Selamat Hari Buruh.
Referensi:
elastica